HALOSULSEL.COM, JAKARTA -- Suasana di Istana Merdeka, Minggu lalu, terasa berbeda dari biasanya. Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, didampingi deretan ketua umum partai politik, menyampaikan keputusan yang jarang terdengar di panggung politik nasional: penghapusan tunjangan bagi anggota DPR RI dan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri.
Keputusan ini bukan sekadar kebijakan administratif. Ia lahir di tengah gejolak aspirasi publik yang dalam beberapa minggu terakhir mengguncang berbagai kota di Tanah Air. Rakyat, lewat demonstrasi dan aksi protes, menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap gaya hidup dan kebijakan yang dinilai menjauh dari realitas masyarakat.
“Pemerintah dan DPR harus mendengar suara rakyat. Kami berkomitmen untuk menindaklanjuti aspirasi ini secara nyata,” tegas Presiden Prabowo dalam pernyataannya.
Dukungan Lintas Lembaga dan Partai Politik
Langkah berani itu mendapat dukungan luas. Hadir dalam pertemuan tersebut tokoh-tokoh penting lintas lembaga, Ketua MPR Ahmad Muzani, Ketua DPR Puan Maharani, dan Ketua DPD Sultan Najamudin. Tak ketinggalan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, serta jajaran ketua umum partai politik, mulai dari Muhaimin Iskandar hingga Surya Paloh.
Pemandangan langka ini memperlihatkan bahwa isu kesejahteraan rakyat mampu mempersatukan partai-partai politik yang biasanya bersaing ketat di arena politik.
Respon atas Gelombang Aspirasi
Bagi banyak orang, keputusan ini adalah angin segar. Selama bertahun-tahun, besaran tunjangan DPR menjadi sorotan publik. Sementara kunjungan kerja ke luar negeri kerap dianggap lebih menyerupai “wisata politik” ketimbang misi kenegaraan.
Gelombang protes yang belakangan terjadi seakan menjadi pemantik. Massa mendesak agar para wakil rakyat lebih peka terhadap kondisi bangsa, terutama di tengah kesenjangan sosial-ekonomi yang masih nyata.
“Dengan menghapus tunjangan dan menghentikan sementara kunker luar negeri, kami ingin mengembalikan kepercayaan publik. DPR adalah rumah rakyat, bukan menara gading,” ujar Prabowo dengan nada tegas.
Dialog dengan Rakyat
Namun keputusan ini bukan titik akhir. Presiden Prabowo juga menekankan pentingnya membuka ruang dialog antara DPR dan masyarakat. Pimpinan DPR diminta segera mengundang tokoh mahasiswa, masyarakat sipil, hingga kelompok-kelompok masyarakat lain yang ingin menyampaikan pandangan mereka.
Langkah ini diharapkan menjadi jembatan untuk menutup jurang antara wakil rakyat dan rakyat yang diwakili. Transparansi, akuntabilitas, dan keberanian mendengar kritik menjadi kunci agar kepercayaan publik benar-benar kembali.
Catatan Sejarah Baru
Sejumlah pengamat politik menilai, keputusan di Istana Merdeka ini bisa menjadi tonggak sejarah baru. Jika konsisten dijalankan, ia bukan hanya sekadar menghapus angka dalam daftar anggaran, melainkan simbol perubahan arah politik: dari elitis menjadi populis.
Di tengah ketidakpastian dan keresahan publik, langkah ini memberi pesan sederhana namun kuat: bahwa suara rakyat tidak boleh lagi dipandang sebelah mata.(Red)