HALOSULSEL.COM, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pemilu nasional dipisahkan dari pemilu daerah. Dalam putusannya, MK menyatakan pemilu nasional dan pemilu daerah harus dilaksanakan secara terpisah, dengan jeda waktu minimal 2 tahun dan maksimal 2,5 tahun.

Putusan ini membatalkan ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2015 secara bersyarat. MK menegaskan bahwa ke depan, pemilu kepala daerah dan pemilihan anggota DPRD provinsi serta kabupaten/kota harus dilakukan secara serentak, namun terpisah dari pemilu nasional yang memilih presiden, DPR, dan DPD.

Gugatan ini diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) melalui perkara nomor 135/PUU-XXII/2024. Perludem menggugat sejumlah pasal dalam UU Pemilu dan UU Pilkada, dengan alasan pemilu serentak lima kotak melemahkan pelembagaan partai politik, menyulitkan kaderisasi, serta menurunkan kualitas pemilu.

Perludem menilai bahwa pelaksanaan pemilu serentak di semua tingkatan secara bersamaan menyulitkan partai dalam menyiapkan kader dan calon legislatif yang mumpuni. Akibatnya, partai cenderung memilih calon dengan modal besar dan popularitas tinggi, bukan berdasarkan proses kaderisasi.

Dengan putusan ini, pemilu nasional yang meliputi pemilihan presiden, DPR, dan DPD akan dipisahkan dari pemilu daerah yang melibatkan pemilihan kepala daerah serta anggota DPRD. Pileg DPRD akan dilaksanakan bersamaan dengan Pilkada dalam jadwal tersendiri yang terpisah dari pemilu nasional. (*)