
Gambar Ilustrasi.
HALOSULSEL.COM, BELOPA -- Desa Lampuara, Kecamatan Ponrang Selatan, Kabupaten Luwu, kini jadi sorotan media.
Dana Desa yang digelontorkan pemerintah itu dirancang untuk memberdayakan warga lewat sistem Hari Orang Kerja (HOK) di mana masyarakat ikut bekerja membangun desanya dan menerima upah sesuai jerih payahnya.
Namun, semangat gotong royong itu berubah jadi kisah getir. Dana yang seharusnya menghidupi warga, justru disulap menjadi laporan fiktif oleh tangan-tangan yang mestinya mengayomi mereka sendiri.
Kepala Desa Lampuara bersama sekretaris dan bendaharanya kini resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Luwu. Mereka diduga merekayasa laporan pertanggungjawaban dan memalsukan tanda tangan warga dalam sejumlah proyek dana desa tahun 2022 hingga 2024.
Kajari Luwu, Zulmar Adhy Surya, menyebut proyek rabat beton, jalan tani hingga poskesdes yang semestinya dikerjakan dengan sistem swakelola justru diserahkan ke pihak borongan. Ironisnya, laporan keuangan tetap disusun seolah proyek itu dikerjakan oleh warga desa.
“Sistem HOK dibuat untuk memastikan masyarakat desa ikut bekerja dan menerima manfaat langsung. Tapi di Lampuara, semuanya hanya di atas kertas. Bahkan tanda tangan penerima upah dipalsukan,” ujar Zulmar, Selasa (7/10/2025).
Penyidik menemukan sejumlah nama dalam daftar penerima upah yang tidak pernah menerima gaji, dan bahkan beberapa di antaranya bukan warga setempat.
Audit Inspektorat Daerah Luwu menguatkan temuan tersebut negara dirugikan sebesar Rp239 juta lebih.
Bagi warga Lampuara, kasus ini bukan sekadar tentang angka atau dokumen. Ini tentang hilangnya rasa percaya. Tentang bagaimana janji pembangunan desa berubah menjadi kepalsuan yang menyakitkan.
“Mereka membuat laporan rapi seolah semua berjalan baik, padahal masyarakat tak merasakan manfaat apa-apa,” ungkap Kasipidus Kejari Luwu, Rama Hadi.
![]() |
| Ketgam: Konferensi perss release Kejaksaan Negeri Luwu yang dipimpin langsung oleh Kajari Luwu, Zulmar Ady Surya, Selasa (07/10/2025) |
Korupsi yang Menggerus Akar Desa
Modus manipulasi sistem HOK seperti ini disebut semakin marak. Dokumen administrasi dibuat sempurna, sementara di lapangan warga dibiarkan tanpa pekerjaan dan upah.
Kasus Lampuara menjadi cermin kecil dari luka besar yang menimpa banyak desa di Indonesia, ketika program pemberdayaan berubah menjadi ladang kecurangan.
Kini, tiga perangkat desa itu harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum. Mereka dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman berat.
Namun bagi warga Lampuara, kerugian terbesar bukan hanya soal uang, tapi tentang kepercayaan yang terampas.
Sebuah pelajaran pahit bahwa korupsi tak hanya menguras kas negara tapi juga mengikis harapan di akar rumput. (Red)

